Pengepul, Pedagang dan Risiko dari Dua Arah

[aioseo_breadcrumbs]

16 November 2021

(Dewi Hutabarat)

PEDAGANG menanggung risiko dari 2 arah: risiko yang berasal dari hulu, atau pemasok produk, dan risiko dari hilir, atau dari konsumen/pembeli.

Makin bagus kualitas pedagangnya, biasanya  makin tinggi harga barangnya, karena ia bersedia menanggung risiko yang lebih tinggi. Yang dimaksud “kualitas pedagang” di sini semata2 pilihan sejauh mana pedagang mau memastikan pembelinya mendapatkan barang sesuai dengan kualitas yang dijanjikan/disepakati.

Risiko di hulu umpamanya kalau produknya adalah hasil panenan petani: barang rusak karena aneka sebab, busuk, susut, dst. Belanja 100 kg, yang bisa dijual pasti kurang dari 100kg.

Risiko di hilir setidaknya ada 2 tahap:

– pertama adalah risiko ketika barang baru diterima dari pemasok, pedagang harus melakukan yang diperlukan agar barang siap untuk dipasarkan ke pasarnya/pembelinya, dan lalu produk dipasarkan

– kedua adalah risiko ketika barang sudah terjual, proses kirim sampai diterima oleh pembelinya

Di hulu, makin “apa adanya” hasil panenan petani diterima pedagang, makin tinggi risiko yang harus ditanggung oleh pedagang. Bila pedagangnya terdiri dari beberapa rantai untuk sampai ke pembeli akhir/konsumen, maka setiap rantai akan menanggung risiko tinggi. Semacam rantai risiko.

Ada hitungan kasar MINIMAL dari sejumlah pedagang buah2an, bahwa kalau belanja buah (dari petani maupun dari pengepul) maka harus siap MINIMAL HILANG 10% akibat dari kita sortir dan akibat dari susut yg terjadi seiring dg waktu antara barang datang dan barang kejual. Jadi umpama kita belanja 100 kg, kejual 5 hari kemudian yang kejual itu totalnya tinggal 90 kg. Ini angka MINIMAL alias setidak2nya alias yang bisa dipastikan akan terjadi. Pada kenyataannya hampir selalu bisa lebih dari itu, 20, 30, 50, 70% bahkan bisa saja sampai fatal tidak bisa dijual sama sekali. Hangus modal seluruhnya.

Pedagang tentu akan mengusahakan semaksimal mungkin yang dia sanggup untuk mengurangi rasio risiko ini. Tapi persoalannya adalah sejauh mana risiko yang ada dalam kontrol pedagang?

Di hilir, soal yang pertama adalah terkait seberapa bagus penanganan kemasan sampai pengiriman ke pembeli, dan yang kedua adalah terkait perilaku konsumen. Hampir semua (atau semua?) konsumen (beli banyak maupun beli sedikit) selalu memberlakukan hukum ekonomi ketika beli barang: beli dengan harga semurah2nya untuk kualitas setinggi2nya. Nah risiko atau mitigasi untuk menyesuaikan perilaku “ekonomis”nya konsumen ini ya ditanggung oleh pedagang.

Jadi, kalau kita bahas soal perdagangan, apalagi perdagangan dari produk yang risikonya sangat tinggi seperti hasil panenan (dari daratan maupun lautan), gak bisa sekedar melihat dari sudut 1 mata rantai. Harus dilihatnya dari kacamata RANTAI PASOK. Supaya kita bisa menentukan strategi yang lebih baik, walaupun semampu kita, tapi sudah harus selalu melihat faktor2 yg nyata berpengaruh untuk pengurangan risiko semaksimal mungkin.

Bila kita ingin agar di pasar kita ada barang2 berkualitas dengan harga yang dapat dijangkau oleh banyak (bahkan seluruh) masyarakat, maka pembenahannya harus menyeluruh, hulu ke hilir. Pengurangan risiko harus dilakukan sejak sangat dini di hulu, sehingga “rantai risiko” menjadi secara signifikan berkurang, dan akhirnya konsumen mendapatkan barang yang baik kualitasnya.

Harganya bagaimana? Kalau di hulu upaya pengurangan risiko berhasil secara signifikan, dengan kompensasi harga beli panenan akan jauh lebih baik sehingga petani mendapatkan keuntungan yang wajar, tapi harga di konsumen akan tetap terjangkau karena rantai risiko jauh menyusut. Ibaratnya, yang tadinya barang 100% susut 60% sekarang susutnya tinggal 10%.

Efisiensi dilaksanakan di elemen2 produksi dan distribusi, sehingga elemen manusianya (si petani, si pedagang dan si pembeli) akan mendapatkan benefit yang sebaik2nya.

Foto2 di bawah ini adalah rangkaian ketemuan, ngobrol, rundingan, yang dilakukan oleh Koperasi KOBETA dengan 3 Koperasi dan Perkumpulan Petani untuk Apukat dan pangan lainnya yang ada di lokalan masing2. Koperasi Petani Muda  Nusantara Farm di Sukoharjo, Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayibah (SPPQT) di Salatiga dan Koperasi GEMA PS (Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial) di Pemalang.

Bersama2 menjahit rantai pasok yang lebih berkeadilan, lebih berkelanjutan, untuk keragaman dan keunggulan buah2 lokal Indonesia yang kaya raya nyaris tak terbatas….

 


https://web.facebook.com/search/posts/?q=pengepul%20pedagang%20dan%20risiko%20dua%20arah 

Bantuan Hubungi WA +62 82 112 544 655