Pasar Online: (Hampir) Pasti Pemiliknya Pemodal Besar

[aioseo_breadcrumbs]

(Dewi Hutabarat)

Ada banyak dan semakin banyak, “pasar online” atau “toko online” yang menjual bahan pangan segar “dari petani”. Menggembirakan, karena berarti produk segar “dari petani” bisa menjangkau lebih banyak orang di tempat2 yang lebih jauh, dan HARGANYA (relatif)  MURAH. Apalagi kalau sedang hujan diskon dan bonus, makin memanjakan konsumen.

Hanya perlu dicatat beberapa hal.

Pertama, jualan bahan pangan segar itu TIDAK MUDAH karena risiko “lost” atau rugi luar biasa besar karena: mudah busuk, margin tidak bisa besar (dan sensitif terhadap perubahan atau perbandingan harga), ongkos distribusi tinggi (baik dari hulu ke hub/gudang toko, maupun dari hub/gudang ke konsumen), dll.

Kedua, mengoperasikan (apalagi mengembangkan) online platform itu BIAYANYA TINGGI. Orang2 yang mengoperasikan biasanya ya gajinya di atas UMR. Termasuk penjangkauan end-user atau pembeli2nya, juga perlu orang2 dengan skill digital marketing yang gajinya pasti ga cukup dengan UMR.

All and all, mengoperasikan sebuah toko online, itu biayanya gede. Plus gimmick marketing diskon, bonus, garansi penggantian barang jelek, biayanya jadi GEDE BANGET.

Sehingga agar bisnisnya masuk akal, maka perlu: SKALA BESAR, agar bisa efisien, operasional cost ketutup, margin bisa lebih tinggi, dan tentu saja: bisa UNTUNG.

Untuk bisa mencapai skala (omzet) besar, perlu waktu cukup dan upaya yang luar biasa dalam mempenetrasi pasar, untuk mencapai jumlah pembeli dan pembelian yang skala besar itu. Nah untuk waktu dan upaya luar biasa ini, untuk biaya2 tinggi yang disebutkan di atas tadi, jelas diperlukan: MODAL BESAR (BANGET).

Selain itu, dalam business model yang dibangun juga harus ada sumber2 keuntungan lain selain dari beneran jual sayur buah ayam ikan yang marginnya seribu dua ribu rupiah. Toko online harus punya ini agar business model dan proyeksinya “bunyi”. Salah satunya adalah ambil untung dari model “tengkulak” ke petani yaitu dengan kasih pinjam saprotan yang nantinya dikembalikan ketika panen. Ada setidaknya 2 sumber keuntungan di model ini, pertama dari harga saprotan yang dinaikkan,  dan kedua dari bunga (atau bagi hasil) yang ditetapkan atas pinjaman petani. Boleh dibilang, ini adalah keuntungan di hulu, sementara jualan di toko online adalah keuntungan di hilir.

Nah, jadiiiii toko online bahan pangan segar itu gak bisa dibikin dan dikembangkan oleh pemodal2 seadanya. Dengan kata lain, semua toko2 online yang bagus2 itu, untuk bisa “sebagus itu”, haruslah dimodali oleh pemodal besar (banget).

Hukum kesenjangan ekonomi, berlaku seratus persen. The winners take all.

Kecuali, bila suatu saat ada platform digital yang dibangun oleh koperasi2 petani dan produsen rakyat jelata, sehingga keuntungannya dari business model yang seperti apapun, bisa kembali ke pemiliknya yaitu petani dan produsen2 jelata itu. Dan kalau platformnya makin besaarrr, bisa jadi “unicorn of the people”. Bukan unicorn karena disuntik modal maha besar, diakuisisi kepemilikannya, oleh 10 terkaya dunia. Demikian cerita asik2 siang ini.

Sumber:

https://web.facebook.com/dewi.hutabarat/posts/10224260410730745 

Bantuan Hubungi WA +62 82 112 544 655