(Dewi Hutabarat)
Kita tahu istilah Rantai Pasok sebagai rangkaian dari hulu ke hilir, dari barang dibikin sampai akhirnya dibeli, dikonsumsi atau dipakai oleh pengguna akhirnya. Biasanya, kita membayangkan dan mengartikan rantai pasok itu sebagai “pihak2” yang ada di antara hulu dan hilir, mengambil keuntungan.
Sehingga disimpulkan: semakin “panjang” rantai pasok, semakin tinggi harga di hilir karena banyak pihak/orang mengambil keuntungan.
Kesimpulan berikutnya: rantai pasok perlu dipotong, yang artinya: pihak2 di rantai tengah perlu disingkirkan, ditiadakan, agar harga di hilir menjadi “lebih murah”.
Ketika gelombang “digital” datang, toko2 online menjamur di back up dengan modal2 besar puluhan, ratusan milyar bahkan triliun, muncullah “kesimpulan” (klaim?) baru: toko digital anu memungkinkan produk “dari petani” langsung ke pembeli, yang juga dimaknai sebagai: petani mendapatkan harga lebih baik, lebih sejahtera, dan pembeli mendapat harga terbaik, bahkan ada banyak bonus dan diskon.
Saya kapan hari ada bikin oret2an tentang toko online produk2 buah sayur yang “modalnya harus dan pasti besar”. Sila tengok2 kalau perlu.
Yang mau saya bahas dikit di sini sekarang adalah sekedar mengingatkan kita tentang 2 hal.
Pertama, rantai pasok itu bukan sekedar rantai “orang2 yang mengambil keuntungan”, tetapi berisi rantai FUNGSI2 yang memang HARUS ADA untuk memproses panenan petani sampai akhirnya bisa ada di keranjang belanja dan meja2 makan.
Kedua, rantai pasok yang adalah rantai fungsi itu, isinya adalah orang2 (kelompok2 usaha, perusahaan2, pedagang2) yang MELAKSANAKAN ANEKA FUNGSI2 itu. Ada pekerjaan2 dan ada orang2 yang bekerja di situ. Ada pedagang2 aneka skala ukuran dengan pegawai2 beraneka jumlahnya.
Mari kita contohkan. Seorang pekebun punya pohon yang buahnya banyak. Bagaimana proses selanjutnya? Perlu ada yang manen, metik, disortir, dimasukkan karung2, disimpan (perlu gudang). Dan perlu ada yang membeli panenan itu seluruhnya, supaya pekebun tidak perlu menanggung sejuta risiko kondisi buah. Kalau sekali panen itu 300 kilo, maka pekebun berharap seluruhnya terjual langsung.
Di sini peran “tengkulak” atau pengepul amat sangat penting dan maka menjadi andalan bagi siapapun petani pekebun. FUNGSI MEMBELI SEMUA PANENAN itu harus ada, karena bagi petani pekebun menyimpan hasil panen dan menanggung risiko busuk dll itu biayanya terlalu luar biasa besar.
Itu juga sebabnya bagi petani pekebun lebih baik, lebih suka, berurusan dengan tengkulak dan pengepul, deal dengan harga “berapa saja” asal panenan menghasilkan uang, tanpa petani pekebun perlu keluar lagi biaya manen, tak perlu pusing penyimpanan, dan ini lagi: tak perlu pusing mikir jual kemana. Semua beres di tangan tengkulak. Dengan konsekuensi harga sepenuhnya ditentukan oleh tengkulak.
Apakah tengkulak “enak banget” kerjaannya? Tengkulak adalah pedagang. Dia “mengamankan” suplainya dengan segala cara, termasuk memberi hutangan untuk segala keperluan petani pekebun. Dia memberi “layanan” tau beres kepada petani pekebun, dg menanggung urusan manen.
Setelah itu, tengkulak yang akan bawa ke “pasar” dimana tengkulak akan menanggung risiko kondisi bagus jeleknya buah. Di “pasar” timbunan hasil panenan di tangan pengepul akan “turun” ke lapisan pedagang dari skala besar sampai skala ritel, seraya barang berpindah ke aneka penjuru lokasi.
Di setiap “lapisan pedagang” dan “perpindahan lokasi” ada lagi aneka urusan seperti packingan, penyimpanan, transportasi logistik. Melibatkan sekian banyak RANTAI EKONOMI: perdagangan, pekerjaan, tenaga kerja, perpindahan dan perputaran uang. Dan sejuta risiko yang menyatu menjadi konsekuensi yang harus ditanggung semua lapisan pedagang itu.
Jadi, memperbaiki rantai pasok itu bukan sekedar soal “memotong rantai pasok” dan bukan juga sekedar “agar harganya murah”.
BUKAN itu.
Kalau judulnya cuma memotong rantai pasok, bisa2 berdampak pada mematikan sekian banyak pengusaha mikro kecil dan semakin banyaknya pengangguran.
Kalau judulnya cuma “agar harga murah” lho kok tega bener kita ini sebagai pembeli maunya harga murah tapi maunya barang terbaik
.
Pasti bukan itu kan maksud kita?
Yang kita mau dalam “PERBAIKAN RANTAI PASOK” adalah rantai yang tertata baik dan transparan, dimana setiap fungsi yang ada di antara hulu sampai hilir dilaksanakan dengan baik. Hasilnya: di hulu (pekebun petani nelayan produsen mikro kecil) menikmati harga yang sepadan dengan kerja mereka, di rantai tengah setiap “lapisan pedagang” dengan masing2 fungsi dan kerjanya mendapatkan keuntungan yang wajar dan sepadan dengan kerja mereka, dan di ujung2nya setiap pembeli akhir akan mendapatkan barang yang baik kualitasnya, dengan harga yang wajar.
Lalu bagaimana dengan toko2 (online) yang jargonnya “langsung dari petani ke pembeli?”. Bisa jadi itu benar, tapi bukan berarti si toko ini seperti malaikat yang menyingkirkan rantai2 tyada guna.
Toko2 online yang bagus2 ini adalah pihak yang punya modal cukup besar raksasa sehingga mampu memborong seluruh fungsi dan kerja tengkulak dan lapisan2 pedagang kecil mikro, mampu membawa sendiri panenan (tanpa keterlibatan sekian banyak pedagang2 kecil dan gurem) dengan jumlah berskala besar dari tempatnya dipanen sampai ke alamat2 konsumennya. Untuk seluruh fungsi yang dikerjakannya SENDIRI itu, tetap ada BIAYAnya. Sehingga rantai “keuntungan usaha” yang tadinya terbagi2 di rantai pengusaha dan pedagang2 kecil mikro menjadi terpusat di toko online besar bagus tersebut.
Maka kita perlu berhati2 dalam soal pembenahan rantai pasok ini. Kita jangan berlindung di balik atau terkecoh dengan kata2 jargon2 indah, tapi sebetulnya kita sedang menyakiti diri kita sendiri, kawan2 kita sendiri, sesama rakyat, sesama “kaum mikro kecil”.
Teknologi harus digunakan untuk menjadi ALAT bagi kita membenahi rantai pasok yang terdiri dari rantai usaha2 rakyat.
Teknologi tepat guna dipakai untuk menghasilkan produk2 yang baik kualitasnya, mengefisienkan proses kerja sehingga harga bisa ditekan tapi kesejahteraan membaik.
Teknologi digital dipakai untuk membuat fungsi2 kerja di rantai menjadi efisien, sehingga pengusaha dan pedagang kecil mikro bisa berproses meningkatkan kapasitasnya.
Ketika hulu makin canggih berproduksi, rantai tengah juga makin canggih dalam melaksanakan fungsi distribusi pemasarannya. Akan makin banyak pengusaha2 dengan skala yang TIDAK PERLU raksasa melakukan dan memiliki segalanya, namun berskala cukup untuk efisien dan efektif menangani hasil2 produksi yang makin bagus kualitasnya dan menyebarkannya ke penjuru mana2 sehingga terjangkau siapa saja.
Kita tuh kan maunya 200 juta rakyat Indonesia menjadi kumpulan dari produsen2, pengusaha2, pedagang2 yang canggih, yang membentuk rantai pasok yang SOLID, saling menguatkan, meminimalkan risiko, dan saling mensejahterakan, memberikan barang2 terbaik kualitasnya, terbaik harganya, bagi seluruh rakyat Indonesia, bahkan dunia.
Jangan bergeser dari cita2 ini. Jangan bergerak ke arah sebaliknya, tanpa kita sadari. Hati2.
Nah, sudah makan buah apa hari ini?
== Foto adalah kiriman ketiga Apokat Ijo Solok dari Paninggahan di Sumatra Barat, nagari yang memang punya banyak aneka keragaman Apokat. Waktu pertama kali kirim ke Koperasi KOBETA berantakan, buahnya banyak yang rusak. BadibaBadibu sebagai pemasar harus menanggung risiko ini. Kedua kali kirim membaik, dus tebal, dilubangi, lumayan yang rusak berkurang. Ketiga kali tantangan lebih besar karena yang dikirim jumlahnya 3 x lipat, kawan pengepul di Solok mengikuti dengan tekun arahan dari KOBETA di sini, bagaimana mengirim apokat2 enak (yg sudah diseleksi varietasnya) itu nyebrang lautan dan daratan. Dus tebal, dilubangi, susunan apokat rapi, padat tidak koclak, lalu dikasih peti rapi dengan ventilasi.
Apokat2nya sampai ke meja Wapres dan beberapa mentrinya pak Jokowi. Moga2 beberapa varietas apokat Paninggahan bisa makin eksis di dunia perapokatan Indonesia.
Indonesia alamnya kaya raya, hasil kerja dan karya orang2 Indonesia yang luar biasa…
Sumber:
https://web.facebook.com/koperasibeta/videos/menteri-koperasi-dan-ukm-beri-restu-dan-semangat-bagi-kerjasama-koperasi-petani-/582798016275883/